Rabu, 20 Juni 2012 2 komentar

SENYAWA RINDU



Seperti kiasan yang tumbuh di embun senja
Seperti angin yang meminta agar dilihat mata
Gerimis yang kau agungkan dalam sebiru rindumu
Mengajak kita menghayal, agar rindu  berbentuk hingga bisa terbayang

Hari yang kau pandang ruas rindu dari jendela khayalmu
Terihat seperti  kelinci berlari menggigit selembar bunga
Berarti kian kasih, duhai.. kasian aku..
Rindu ini, bukan lampu yang bisa ku khayalkan menjadi batu

 tak perlu imajimu menggaris memberi batas
Sebab rindu itu lebih luas dari kertas
Lebih luas dari ruang
Lebih luas dari remang
Lebih luas dari semesta
Seluas hatimu yang berwarna
Meriah, padamkan kekal sunyi
Berbilah, Pecahkan gelas sepi

Cukup dengan "rindu"
Bingkai lamunku, mengukir rona mu ditatap hampa
Cukup dengan "rindu"
Lembut suaramu, merambat pelan bersama getar yang tergelar
Cukup dengan "rindu"
Sehimpun do'a teringkuh dalam ucap hati tersengaja
Cukup dengan "rindu"
 Kurasa bayang adalah kau yang bersembunyi jenaka dibalik cahaya

Hanya takjub rindu itu tak terkekang dengan khayal
Berdesir bersama darah, buatku hidup bersama hadirmu
berisik deras melayang, menyebut sapamu di langit tidurku..

alangkah nian sebutan orang, pecinta makhluk serupa tuhan
namun jika sebab rindu saja buat mata mencipta  bayang yang dicinta
maka rindu yang diminumkan tuhan pada pecinta
buat mabuk tapi berdaya
merasa diri, seakan tuhan yang menuhan

inilah.. wahai kasihku.. baru rasa itu rasa rindu
jika lain kali cinta yang menggangu hatiku,
 maka biarkan mati aku terbaring di pangkuanmu
Kamis, 14 Juni 2012 0 komentar

Asas Maqashid as-Syariah Ibnu Taimiyah

postingan ini merupakan lanjutan dari postingan sebelumnya, mengenai Maqashid as-Syariah menurut Ibnu Taimiyah, di sini, akan dipaparkan asas-asas yang membangun konsep Maqashid Ibnu Taimiyah. maaf jika susunannya masih tidak teratur, karena mostingnya cepat-cepat hehe.. Insya Allah kedepannya akan di posting secara bertahap dan sempurna, agar alur berpikirnya jelas.. selamat menikmati ^_^
a. al-Maṣāliḥ al-Mursalah
       Dalam pandangan Ibnu Taimiyah bahwa al-Maṣāliḥ al-Mursalah merupakan salah satu metode untuk mengetahui hukum syariat. Beliau meletakkan metode al-Maṣāliḥ al-Mursalah ini setelah al-Qur'an, sunnah mutawātir, sunnah ghairu mutawâtir, 'ijma', qiyās dan istih̠sān[1]. Pada kenyataannya, terdapat ulama fikih yang menamakan al-Maṣāliḥ al-Mursalah dengan istiḥsān, atau dengan ar-Ra'yu, namun ada juga ulama yang membatasi al-Maṣāliḥ al-Mursalah ini dalam upaya mengetahui hukum dalam penjagaan terhadap nyawa, harta dan kehormatan akal serta agama saja. Menurut Ibnu Taimiyah sendiri al-Maṣāliḥ al-Mursalah adalah usaha mujtahid untuk melihat manfaat yang lebih baik dan tidak ada larangan syariat mengenai hal tersebut secara umum[2].
0 komentar

Penekanan Maqashid as-Syari'ah Ibnu Taimiyah

A. pandangan umum
Maqashid as-Syariah merupakan kajian ushul fiqh paruhan kedua pada abad ke 8 H. ditandai dengan lahirnya ulama dari Granada "Abu Ishaq As-Syatibi. hal ini dikarenakan pada perkembangan awal. Ushul Fikih sebagai dasari filsafat dari hukum islam menaruh perhatian besar pada kajian kebahasaan, hal ini jelas terlihat dari perdebatan ulama yang berkisar pada kaidah "al 'Ibrah bi umum al-Lafzh laa bi Khusus as-Sabab" yang dipegang oleh mayoritas ulama dan kaidah "al Ibrah bi khusus as-Sabab laa bi Umum al-Lafzh" yang dipengang oleh minoritas ulama. 

perkembangan selanjutnya, kadiah-kaidah kebahasaan ini sudah tidak memadai lagi unutk menjadi dasar hukum islam dalam memecahkan masalah-masalah yang terus berkembang. sehingga mereka mulai mengkaji prinsip-prinsip nilai yang terkandung dalam  Syariat. untuk selanjutnya, meski belum secara eksplisit menyebutkan maqashid as-Syariah, dapat diidentifikasi bahwa kajian terhadap tujuan-tujuan umum hukum islam ditemukan pada kaijan masalik al-'Illah. kelebihan maqashid as-Syariah yang menjadi dasar hukum islam, menurut Prof Syamsul Anwar, diantaranya mengubah wajah syariat islam menjadi lebih luwes, fleksibel dan sesuai dengan konteks zaman. 
maqashid as-Syariah itu sendiri, menurut ulama maqashidiyyun, secara umum-sebagaimana yang dipaparkan oleh al-Ghazali dalam kitabnya al-Mustasfa, adalah kajian terhadap maslahat manusia yang terdapat dalam dalil-dalil hukum islam, baik itu pada al-Qur'an dan as-Sunnah.

tulisan ini, merupakan sepenggal risalah penulis, yang membahas tentang konsep Maqashid as-Syariah ibnu Taimiyah dan as-Syatibi. dalam tulisan ini hanya dipaparkan konsep menurut Ibnu Taimiyah, karena menurut penulis, kajian terhadap maqashid as-Syariah menurut as-Syatibi sudah sangat banyak. untuk selanjutnya, Insya Allah akan diposting secara bertahap dan teratur, untuk itu, penulis meminta maaf jika pembaca merasa ada ide yang terpotong, atau ada beberapa istilah yang kurang dimengerti
Minggu, 10 Juni 2012 2 komentar

Defenisi yang Ketiga


"Pisang epe, aq ndak jadi  pulang"

"eh… yaaaaahh..!! knapa tidak pulang? Kan dah janji…???!!"

"xixixi.. maaf..maaf.. ^_^ "

            Smsan itu berlangsung singkat, tapi membuatku tersenyum lama sekali menatap layar hp. Harap ku, kau tambahkan lagi julukan yang sering kau sematkan dan menyembunyikan rasa sayang mu. setelah ini, diantara beberapa panggilan mu kepada ku; coto, baja hitam, botto ku', mungkin kau akan tambahkan lagi, "si jail nomor satu" xixi..

"yee malah senyum-senyum sendiri, ayo masuk..!! di tinggal pesawat nanti"

Aku hanya membawa satu ransel dan tas selempang tempat berteduh leptop kesayangan, tapi rindu ini membuatnya semakin berat, sesak seakan main bola tengah terik dan dahaga puasa, bisa dibayangkan, nafasmu desak masuk di pembuluh-pembuluh dan rongga paru yang kian menyempit.

Beberapa langkah telah ku langkah, kita sama-sama tahu tiap langkah membuat waktu kita hilang, bahkan jika tak melangkah pun waktu tetap melangkah meninggalkan bayang kita yang masih tegar, lalu membawakan cermin tua dimana pantulan diri kita menua, bahkan menengadah gigi yang berguguran satu demi satu. Tapi aku selalu ingin mengintip masa depan dari retina lontar cahaya matamu; dimanakah kita nanti dalam bayangmu?, iyakah kita menertawai hari demi hari dengan bayolan lawas dan genggam tangan yang tak lepas erat. Ah.. tidak tidak.. itu terlalu idealis, mungkin kita, dalam lintas waktu yang kita tapaki, akan lebih banyak cemberutmu yang membuatku sedih, mencoba merayumu sedemikian lelah untuk memberi ruang segar di hatimu yang lelah. Xixi.. katanya orang, itu seni, tapi buatku itu karunia, agar nanti saat kita mengaji bersama atau membaca bersama di ruang perpustakaan sederhana dalam istana ikatan kita, akan ku pandang samar dan sembunyi-sembunyi wajahmu, rona mukamu yang rileks, tatap diammu saat membaca " kisah seribu satu malam" yang ku pamer-pamerkan saat kita masih berjarak.
 
;