Selasa, 10 April 2012

KUNANG-KUNANG DAN UMUR PANJANG


Untuk dua kakak ku yang tiada duanya.


Kak, kemarin malam, setelah rinai hujan mereda, derasnya masih menyisakan tenang, mencekam namun tak menekan, apa lagi di belakang kamar ku bambu-bambu menjulang tinggi menantang, beserta beribu pohon lain dan rerumputan yang tumbuh di sembarang tempat. Suasana yang biasa kita dapatkan, ketika hujan deras mengguyur rumah kita di Timor-Timur. Derasnya membentuk gorden Khalifah Ja'far Al Mansur yang menutup celah-celah istananya yang nian megah. Yah. Suasana yang elegant, saat bergabung dengan pekatnya malam, karena bulan di bekap oleh mendung yang kelam. Hihihi. Kita masih kecil-kecil bukan?? Bersama Umi yang selalu menegur Ayah, karena jika hujan turun sederas itu, maka Ayah akan mulai brcerita tentang kematian, tentang rintik hujan yang turun seluruh beserta jeritan penjual sate yang berlari pontang-panting dikejar sundel bolong. Saat ketakutan itu, kita akan melupakan seluruh kejailan seharian, melupakan belalang tempur yang kita banggakan, melupakan kemenangan kita bermain kelereng, melupakan kenakalan-kenakalan. Menjadi sejatinya anak kecil yang tercekat, meminta perlindungan kepada Umi, dan Umi pun jadi sejatinya ibu, memeluk melindungi, dan menegur Ayah yang kali ini bukan sejatinya Ayah. Hihihi. Ayah kita memang Ayah yang unik, rasa sayangnya seperti jail melahirkan cemberut. Namun disaat sekarang, hal-hal itulah yang buat kita tersenyum merindukan mereka. Dan buat ku tersenyum merindukan kalian kak, yah. Karena Saat takut itu, kita berpelukan bersama, Bergabung dengan tenang hujan.


Kak, Kemarin malam, saat uap awan tinggal tetes demi tetes, aku berbaring di atas kasur tak lekas terpejam, sebab dingin meleburkan kantuk bersama gemerutuk gigi dan getaran badan. Jendelaku terbuka rupanya, Hingga udara dingin segera masuk menikam tak karuan, tapi ku biarkan jendela itu terbuka. Bukankah kita selalu senang saat dingin datang? kita akan saling melingkar bersama di atas kasur dengan Umi yang mencoba merangkul sedekat mungkin tiga anak laki-lakinya yang bandel-bandel. Hihi. Tapi Umi layak bangga karena punya anak laki-laki yang kualitas ke-keren-annya di atas rata-rata (abnormal maksudnya... :-P)

Di saat jendela ku terbuka ka', tiba-tiba Beberapa serpihan bintang masuk berterbangan, berkelap-kelip, berpejar di sekitar kamar ku yang telah gelap. Indah sekali ka'. Kunang-kunang itu bertebaran dengan terang di setiap sudut yang ia hinggapi lalu menyala saat kerlipnya hidup, mati lalu hidup lagi. Hihi. Aku takjub, ada baiknya belum tidur, Jadi bisa melihat keindahan ini. Langit beserta ribuan bintang seperti berpindah di atas atap-atap kamar ku kak, Aku tak terpejam.

Kak, Saat itu aku ingat almarhum kakek di Jawa. Satu malam seperti ini, Saat langit begitu gelap, lengkap sudah gelapnya, karena listrik pun padam. Aku bersama kakek duduk di atas dipan dari anyaman bambu. Melihat keluar pintu, yang saat itu tidak tertutup. Elegannya sama, tenangnya sama, mencekamnya pun sama, tidak menekan. Hanya setitik besar kobaran rokok kakek yang menyaala saat ia hisap. Lalu kembali kelam, saat ia membumbungkan asap. Hihi.. Pertama kalinya aku diajarnya merokok, dan pertama kalinya aku tersedak karena rokok. Kakek menertawakan ku. Ketawanya merendahkan ku yang masih minim riwayat hidup. Seakan ia mengatakan:

"he.he.he. Anak baru hidup sejam, bagaimana mungkin bisa menghisap rokok sehebat hisapan pertapa yang telah merenggut saripati kehidupan berzaman-zaman"

tapi untunglah aku tidak menjadi perokok profesonal seperti beliau, karena jika ia, mungkin Umi tak akan memberi ku makan berbulan-bulan.

    Kak. Saat itu aku sedikit berteriak, mengganggu ketenangan kakek yang menikmati malam dengan rokok gulsernya, bukannya apa, Karena sejenak ku perhatikan, Ternyata di balik pintu yang terbuka, Beberapa kunang-kunang yang tidak sedikit jumlahnya bersandar pada tembok lawas tak ber-cat. Kerlap-kerlip dengan warna yang macam-rupa.

"kek. Kunang-kunang"

sambil mendekat lebih memperhatikan kerlap kerlip dan tubuh mungilnya yang mengeluarkan cahaya.Melihat tingkah ku yang sumringah. Kakek mulai berkisah. (tentu dengan bahasa ku, hehe)

"ia. Kalo gelap begini, kunang-kunang selalu  mmprlihatkan kecantikannya. Indah. cahayanya pngganti lampu yang tak berdaya. Yang itu baru sedikit"

"yang banyak dimana?"

"di kuburan"

Seketika langkah ku terhenti, kalimat itu menyadarkan ku bahwa, malam ini gelap, gelap tempat kesukaan makhluk-makhluk malam. Wah.. Dengan teratur aku melangkah pelan. Mundur mendekat kembali dengan kakek. Akhirnya aku tahu kak, dari mana sumber jailnya Ayah menceritakan hal-hal yang seram. Yah.. Dari kakek, tengok saja.. setelah melihat gelagat ketakutan ku, ia mulai bercerita.

"kunang-kunang banyak di kuburan sebagai wujud orang yang telah meninggal, katanya mbahmu yang dulu-dulu sih. Dengan itu, kau bisa membadakan, kuburan mana yang baru dengan yang lama, tinggal kau amati, di pusara mana yang banyak kunang-kunangnya."

"ah. Kakek nakut-nakutin"

ia menghisap rokoknya. Tak menggubris resah ku, dan melanjutkan ceritanya

"tapi wujud ini, tidak bergantayangan, ia malah menghibur, karena ia hanya wujud kebaikan orang yang telah meninggal. Kebaikan-kebaikan di dunia kemudian menjadi kunang-kunang yang berterbangan, menyala, membagi sinarnya, menjejak kagum dari pandangan orang".

isapannya semakin kencang. Asapnya makin mengepul dan malam masih pekat dengan kelam.

kak.. Terlepas benar atau tidaknya cerita itu, ku sadari sekarang bahwa sesepuh manusia dulu yang belum mengenal monitor menyala atau bebek bermesin, yang larinya bisa lebih cepat dari kuda, ternyata cerdasnya minta ampun.! dan bijaksana yang bahkan ampun pun minta ampun.!!

      hayati ceritua-ceritua rakyat seperti tadi atau hal-hal tabu yang semenjak ingusan kita dilarang untuk menajadikannya tabiat.semua ituadalah pelajaran hidup, tingkah laku baik yang diajarkan lewat label ketabuan dan dongeng-dongeng diluar akal. seperti larangan tengkurap karena bisa membuat kita dikutuk jadi buaya jadi-jadian, padahal alasan logisnya karena tengkurap tidak baik buat organ tubuh  bagian depan seperti dada, atau pengajian orang-orang jawa yang selalu mencari waktu malam jum'at, asalnya sebagai pengusir dedemit yang berpesta di waktu malam, padahal alasan awalnya, karena dahulunya orang-orang meningkatkan perbuatan maksiatnya, berjudi, menyamun dan perbuatan bejat lainnya pada hari jum'at.  pengajian itu adalah bentuk usaha mengubah kegiatan buruk yang terjadi dengan perbuatan baik seperti pengajian, dedemit hanyalah sebuah simbol antagonis yang lebih menakutkan  dari para tukang bejat

            Dan cerita kunang-kunang sebagai wujud kenangan-kenangan baik dari orang mati ini kak. Juga sebagai kebijakan hidup yang dibalut dengan khayalan. falsafahnya demikian. "perbuatan baik tidak akan pernah mati" meski yang berbuat telah melebur, tulangnya telah remuk karena himpitan tanah, ia akan tetap hidup. ia hidup, dalam kenang tiap orang, di ingatan karib kerabatnya, ia berkomunikasi lewat kebaikannya yang diceritakan dari mulut ke mulut. dia tetap hidup, dengan perubatan baiknya. layaknya kunang-kunang yang terus menyala. menarik pandangan agar makin mendekat, makin memperhatikan dan membuat mereka merasa terhibur dengan cahaya mungilnya,
bukankah ini yang selalu di  pesankan Ayah

"jadi apa saja nak. tapi jangan lupa buat jasa buat orang-orang sekitarmu, buat jasa  bagi Islam, buat Jasa karena Tuhanmu"

"trus bermanfaat. jika tidak bisa, maka setidaknya jangan menyusahkan"

berbuat baik sebisa-bisanya dan sebanyak-banyaknya, karena dengan itu kita hidup, kita dekat dan bersama, bahkan meski bumi kita berbeda' ka. maka berdo'a agar berumur panjang itu tidak salah. bukan wujud serakahnya kita pada usia yang telah ditentukan, sebab usia memang terbatas,  tapi umur tidak terbatas dengan perbuatan baik kita. mengharap agar berumur panjang menjadikan Allah memberi ruang dan semangat lebih kepada kita untuk berbuat baik, karena dengan itu umur dapat panjang, dengan kebaikan itu  kita dekat dengan Tuhan, bukankah Robb kita yang mengingatkan dalam hadits "qudsi"Nya; "Dia dekat dengan orang-orang yang peduli. Dia ada di diri orang yang sakit dan orang yang tak mampu. maka bantulah mereka, dekatkan diri kita denganNya lewat perbuatan-perbuatan baik yang tersemaikan".

kak. tiap kita membantu seorang anak atau kakek menyebrang, menyingkirkan paku dari jalanan, memberi salam dan senyuman hingga menahan amarah jika marah meradang, membuat kita dekat, membuat kita hidup, membuat kita berumur panjang. aduhai hebat nian orang tua kita, semua pelajaran  diajarkan kepada kita dengan sabar, karena mereka sadar, semakin lama akan semakin  berjarak, berjauhan kehidupan kita menjauh jengkal tiap tanah yang kita jejak, arah langkah akan semakin berbeda. kita akan memetak kehidupan kita masing-masing, sedikit demi sedikit. Membangun kehidupan bukan lagi dengan tangannya kakak atau aku bersama, namun petak hidup yang berbeda dengan orang-orang yang berbeda. Maka dekatkan hati kita dengan kebaikan dan kita akan selalu bersama.

kak. malam yang lalu, kunang-kunang itu menyisakan dua cahaya yang masih berpejar kesana kemari, lalu pada akhirnya merebah di samping wajah ku yang memerhatikannya. begitu dekat, hingga mata merasakan semburat cahayanya. semburat itu melontarkan kenangan dimana aku melihat dua orang kakak menyelimuti adik tersayang mereka yang merajuk kedinginan. Di sini serasa kalian hadir dengan selimut itu. Indah nian. Ku harap kunang-kunang ini datang lagi buat malam-malam selanjutnya. karena tidak peduli seberapa jauh kita, seberapa sibuk kita. kita tetap anak laki-laki Umi yang keren tidak ada tandingannya, yang selalu bersama.  dengan kebaikan tentunya. ^_^

2 komentar:

Unknown mengatakan...

hihihihi... keren keren... ah enak sekali punya kakak nah, sya tdk punya kakak..huhuhuhu

Unknown mengatakan...

wallahu a'lam bis showab

Posting Komentar

bagi yang tau kesopanan, silahkan berkomentar

 
;