Sabtu, 21 April 2012

ZAMAN

Rintik hujan masih tersisa, mengalir pelan di tiap ruas-ruas jalan yang membentuk alur kecil tak braturan, bersama dedaunan kering yang berterbangan ketika angin keras menghempas tubuh-tubuh mereka dari ranting, lalu dengan perlahan bertemu tanah yang dulu tiap cahaya mencerahkan warna hijaunya, daun itu bermimpi menghabiskan masa keriputnya dengan kerikil-kerikil yang tabah.

acara sekatenan telah lengang sejak setengah jam tadi, tapi perempatan malioboro, masih di jejaki para pedagang kaki lima. Padahal bulan mulai merebah di pembaringan, tapi tetap mereka berharap ada yang membutuhkan jajanan yang mereka tawarkan.. Sebenarnya memang tidak terlalu sepi, masih ada anak muda yang tidur di kolong tmpat duduk dekat lampu merah. menarik selimut malam menutupi raung perut mereka yang mulai dari tadi sore meronta-ronta. Ada juga yang masih berbincang-bincang, membagi rokok bergantian, sambil terus meracau ngelantur, kalo-kalo tiga patung pahlawan yang berdiri gagah tepat depan mereka meloncat lalu menyuruh mereka pulang ke rumah.      
   

"hahaha.. Baagaimana.. Yah..?? Ap yang harus kita katakan kepada para pahlwan itu?"

"gampang, kau tinggal berkata jujur, kalo kita sudah tidak punya rumah. Di sinilah rumah kita. Ber-karpet-kan paving blok, ber-atap-kan kelabu mendung dan berselimut dengan lpar serta berharap izrail datang bertamu secepatnya.."

"hehe.. Mereka tidak akan percaya. kan sudah merdeka?"

"walah.. Aku langsung bilang.. Lebih baik aku tinggal di masa penjajahan, bisa cepet mati, dan matinya bisa terhormat karena berjuang demi negara, dari pada sekarang.. Meski merdeka, tapi hanya jadi sampah.. Huh.."

"hush.. Jangan ngelantur kamu..!! Tdak boleh, ber-andai-andai.."    

"ya.. Trus mau apa lagi, lha orang kaya' kita memang tugasnya berandai-randai ko'.."

rokok mereka telah amblas. Sampai-sampai kedua pipinya keliatan berlubang karena menghisap dengan keras, agar asap bisa menyembul, membumbung membawa penderitaan, juga menanam racun secara sengaja, sdikit demi sedikit, agar tidak termasuk golongan orang yang bunuh diri..          

Beberapa kendaraan masih ada yang meroda, menorobos cahaya lampu lalu lintas yang masih bekerja, padahal kalo pagi mreka pasti tunduk, karena tiang tinggi itu begitu kuasa, tapi untuk tengah malam begini, Kuasa mereka lenyap oleh gelap malam dan hati yang hanya takut kepada intaian manusia,
"Persetan aturan, Yang penting tdak ada peluang dipalakin sama polisi".
 
saat sebuah mobil melaju dengan kencang, dua nenek tersoroti oleh lampu kendaraan. dua nenek yang telah berkemas dari tadi, namun urung beranjak dari pohon peneduh jalan yang berjejer rapi, menjulang tak terlalu tinggi namun rindang meneduhkan melahirkan nyaman.. Kalo saja masih ada orang yang berjalan di sekitar  tman pintar,  tentunya mereka sudah lari terbirit-birit melihat dua nenek itu, yang dikranya mak lampir yang sedang bernostalgia, menceritakan grandong sapa yang paling merah taringnya.

"alhamdulillah, jajanan tahu ku laku keras, akhirnya aku bisa belikan cucu ku peci baru, habisnya dia tidak mau ngaji, klo cuma pake peci kebesaran milik kakeknya yang dah mengkilap karena lusuh, terlalu lama disimpan di bawah ranjang.."
 
"mang si fatur dah umur berapa?"

"udah 5 tahun"

"wah..!! cepat sekali kau nyuruh ke tpa?"

"biarlah.. Aku khawatir dia akan bermain tidak karuan, ato malah menonton tontonan yang kurang baik buat perkembangan akhlaknya, tetangga ku sekarang pada punya tivi, mana anaknya klo nonton di biarkan saja"

"halah..!! Bilang saja kau tidak punya uang untuk membelikannya.."

"itu juga jadi faktor, tapi bukan faktor utama, toh kalo tidak nonton, tetap masih hdup. Buktinya kita, bisa sampai masa jompo gini, meski tidak pernah nonton tivi.."

"hah.. Jangan kau samakan cucumu dengan kau, zaman kita berbeda jauh dengan mereka, kita memang masih bisa senang meski tak pernah liat tivi, atau bahkan tak pernah punya... apa lagi itu, kitanya cucuku, twiittt ma pasbook.. Tapi klo mereka semua kesenangan harus disandarkan pada standar kelayakan pandangan, dan pemenang egoisitas, lihat saja cucumu itu, ko' peci saja di permasalahkan, padahal dulu kita tidak punya sendal pun berebut masuk masjid untuk belajar ngaji.."

"yah.. Mau gimana lagi, kan pada hakikatnya anak-anak mang slalu bgitu.."
Halah…!! Lebh baik tak perlu kau ajari mereka ngaji, Toh kalo besar dia akan mrip anak-anak kita skrang yang dah nongkrong-nongkrong diperempatan sana, Menertawakan dari diri sendiri sambil berleha-leha dengan minuman oplosan.. Huh"

"mungkin mereka dah tau kali, kalo jadi nenek itu tidak enak, jadi nekat mau cepet mati.."

"hahahaha..!!"

gerai tawa mereka melebur bersama sepi, saat sepoi, menusuk gigi-gigi yang keropos. si nenek mulai memperbaiki sanggulnya, berharap dingin cepat berlalu, agar kaki mereka tak lagi brgetar bila melangkah pulang sambil membawa bakul jajanan yang tak habis dijual. Tiba-tiba Nenek yang dari tadi paling keras tawanya, dan paling tragis giginya, bersedih dan meneteskan air mata

"lho.. Kenapa kamu nangis??"

"tidak.. Aku cuma ingat ma anak ku yang kedua, si roni.. Dulu ketika dia masih duduk di stanawiyah.. Anaknya baik sopan, rajin ke mesjid, bahkan sempat disuruh imam karena hafalannya dah smpai 3 juz.. Aku seneng banget..! sampai usaha ku menjajakan bakulan ini tak terasa lelahnya karena bisarnya harapan ku, bahwa kelak dia menjadi anak yang sholeh, tak perlu kaya, cukup jadi anak yang baik, bahkan biar aku yang harus mmberinya makan terus, hingga tebuh ku tak berdaging, tak jadi masalah..!! asal dia tetap jadi baik dan sholeh. Tapi semua tidak sesuai harapan, Padahal waktu itu, telah ku gadaikan surat tanah untuk membelikan motor agar nantinya, jika dia telah kuliah, tak perlu susah-susah lagi naik angkot, Eh.. Ndalalah.!!. Malah motor jadi biang kerok, perusak akhlak, membawa anak ku menjejali kotornya pergaulan jogja., Bersenang-senang, berleha-leha bersama teman-temannya, pulang larut malam, hingga mencoba obat-obat-an dan berzina tak karuan.
Sekarang, dia dah dipenjara karena nyolong mobil orang, dan si rini temen pacarnya, di lempar ke rumah ku karena kluarganya tidak mau nanggung malu punya anak hamil diluar nikah.. Kan kasian si fatur.. Jadi anak haram, karena bapaknya tidak mau tanggung jawab, malah lar dari penjara ke kalimantan, matilah dia disana, ditindis tebangan pohon illegal..!! Duh gusti..!, hidup ku ko' ngene toh..??"

Si nenek mengusap matanya yang telah basah oleh derai air penyesalan dan rasa iba,

"iya..iya.. Aku juga, anak ku yang sulung malah dah ku masukin di psantren, tapi dia bilang tidak betah, jadinya ku kluarin, lalu ku masukin ke skolah umum, wah.. Disana malah taunya berkelahi dan pacaran melulu, eh.. akhirnya mati di tusuk perutnya ma temen sendiri karena memperebutkan cewek, padahal ceweknya tidak lebih cantik dari aku waktu muda huhu.."

"ia..ia.. Ko' hidup jadi serba terbalik gini yah.. Apa mang semua yang dilahirkan sekarang untuk jadi bejat, kembli menjadi manusia yang tak beradab. Aku sih tidak pa-pa.. Wong aku dah bau tanah.. Yang kasian itu anak-anak ku. Padhal aku bertahan hidup buat mereka.. Bahkan untuk skrang dan sampai kapan pun masih syang mereka, berharap mereka kmbli sadar dan mau memperbaiki diri"

"he'e, aku juga sama, kalo mereka betul-betuldah mau berubah baik, bahkan tidak dikafani pun aku akan mati dengan tenang..!!"

Keriput mereka menegang, pembuluh darah timbul pada tiap otot-otot dekat pelipis mata yang telah mengendor. Beban hidup yang begitu menggerogoti, membuat tubuh mereka tirus, sangat kurus, bahkan mulai mencetak tulang-tulang, seperti tengkorak hidup yang masih mampu brjalan.

malam semakin lengang. Rintik hujan tinggal beberapa. Mentari telah bersiap membangunkan anak burung gereja, bahkan ayam jago dari tadi bersahut-sahut-an membangunkan betina untuk melihat kejantanan mereka. Dua nenek itu kini mulai mengangkat bakul jajanannya, berjalanan tergopoh, diterangi remang lampu jalanan, bersama serakan sampah-sampah yang mengikuti hentakan kaki mereka, juga jangkrik-jangkrik yang tak bosannya bernyanyi dengan nada itu-nada saja.
tapi, Setelah sampai di perempatan, dua nenek itu dihalang oleh pemuda yang dari tadi mencoba menyalakan rokok yang tinggal filternya, bahkan bakulnya di hempas oleh tangan pemuda itu secara beringas akibat pengaruh oplosan minuman setan.

"nek.. Uang..!!!"         

"tidak ada.. Ini untuk fatur, untuk beli peci supaya dia mau ngaji.!!"

"halah.. Tidak usah.. Anak haram aja di belikan"

"hush.. Jugaa bicaramu nang..!!! Gitu-gitu dia anaknya kakak mu.. Toh kamu tidak lebih baik dari dia..!!"


mendengar itu.. Anak muda yang ternyata anaknya naik pitam.. Serta merta menendang perut neneknya yang langsung roboh ketanah sambil meringis ksakitan. Anak muda yang satunya pun tidak tinggal diam, wajah nenek kedua, yang semenjak tadi sudah gemetar, dihajar dengan tinjuan keras tepat mengenai pipi knannya. Mungkin jika masih tersisa, gi-ginya pasti copot smua.

" duh gusti…! anak durhaka kalian..!!!!

Tega-teganya, kalian memukul kami yang sudah tua ini. Haduh.. haduh.. Ko' gini toh kehidupan.. Hiks..hiks.. Dilaknat kalian..!!!"


kedua anak muda yang telah kerasukan setan itu tidak menggubris suara rintih dari neneknya, bahkan kini kduanya mulai membuka celana.

Malam menangis, hujan kembali mengguyur, mentari tak jadi bersinar, dia brsembunyi di balik kelam, karena malu melihat perbuatan yang lebih rendah dari setan..

Yah.. Kini sampah berterbangan, mencari tempat dimana mereka bisa melebur degan tanah. Lalu diam, menunggu zaman...

0 komentar:

Posting Komentar

bagi yang tau kesopanan, silahkan berkomentar

 
;